Tag Archives: sastra

Biarlah

Biarlah aku menyimpang,
dan menikmati kelainan asa,
karena lelah menjadi bintang,
di antara kilau cahaya berlimpah ruah,
menyilaukan.

Biarlah kuhambur-hamburkan tangisan,
bersama debu yang terinjak-injak,
karena kekalahan adalah keindahan,
dan ribuan mata yang mengejek,
adalah kesejukan.

Biarlah aku memohon-mohon,
untuk menjadi sahabat rerumputan,
yang selalu dipeluk embun di pagi hari,
dan tariannya saat menyambut mentari,
adalah kedamaian.

Biarlah,
tanpa syarat aku pasrah menyerah,
karena yang tercipta dari tanah,
kelak pasti akan kembali,
menjadi tanah.

Adapun

Adapun,
aksara-aksara yang terdampar di dada,
belum jua berbaris membentuk kata,
maka jangan pernah kau tanya,
sampai kapan aku mengungkapkannya.

Adapun,
ribuan rindu yang kau harapkan,
kini melebur menjadi satu,
setara dengan kesunyian malam,
diam seribu bahasa.

Adapun,
dua ujung di lorong hati,
telah tersumbat oleh kebekuan,
hingga asaku tak mampu mengalir,
keras membatu dalam batin.

Adapun,
tentang janji waktu itu,
kini telah berganti,
bersama tenggelamnya mentari,
walau tiada maksud mengingkari.

Aku Ingin Berhenti


Karena alam tertawa lebar,
aku tertawa juga,
entah kenapa hari ini mendung tiada kunjung,
dan sepoi angin datang tanpa permisi,
menyibak rerumputan yang kering ujungnya,
kira-kira,
apa yang terakhir akan hadir?

Sebelum terjabar lebih luas,
ingin kubaca dulu tulisan di langit,
dengan mata telanjang,
karena kaca mataku telah retak,
terinjak tumit kesombongan diri,
tanpa peduli tajamnya firasat,
hingga sering kali melanggar cinta.

Akankah terjawab tanyaku,
sedang percakapan di langit tiada kudengar,
terus terang,
aku khawatir dengan anganku,
yang terlampau sering berkelana,
oleh karena itu,
aku ingin berhenti.

Cerita Bunda

Bunda,
tahukah kau apa yang kutunggu?
katakanlah,
akulah tokoh dalam dongengmu,
ksatria yang kau puji,
bersenjatakan nurani,
yang menepati janjinya pada bumi.

Mengenai perahu yang tak kunjung menepi,
pantaskah untuk dinanti?
biarkan dia menjemput nasibnya,
serupa dengan retaknya tanah kering,
serta merta akan menutup kembali,
oleh deru hujan,
sahabatnya sang petir.

Bunda,
Malin Kundang telah menjadi batu,
akankah usai ceritamu?
Lalu bagaimana dengan harapanku,
untuk membangun istana berdinding salju,
yang menyejukkan hati semua manusia,
seperti di negeri dalam dongengmu.

Pencuri

Pencuri
dulu bersenang hati,
menguras negeri,
menikmati upeti.

Kini,
malu sekali,
ditertawakan sesama pencuri,
dihina penduduk bumi.

Tetapi,
ada yang terlupa,
ada yang lebih pahit,
dihina pula penduduk langit.

Kejora

Kejora,
ketika sinarmu membiru,
hanyutlah aku dalam rindu,
kala cahayamu memerah,
redamlah aku dari amarah.

Karena kau cantik,
bidadari pun iri hati,
lantaran selalu kupandang,
tak kuijinkan mata ini berkedip,
dengan alasan takut kehilangan.

Wahai penghias langit malam,
hiasi hatiku dengan sinarmu,
sampai lubuk-lubuk tak terjamah,
dan relung-relung tak tersentuh,
biar jiwaku seputih parasmu.

Kejora,
tertutup awan gelap,
tak pernah mampu menghijab,
terselubung awan putih,
tak jua kudengar suara rintih.

Seroja

Perlukah aku meminta maaf pada sang malam,
karena acap kali kuusir dia dari hadapanku,
agar segera kulihat jendela pagi yang indah,
agar segera kujumpai sapa sambutnya,
dan kutatap lagi matanya yang seperti bintang.

Dahulu kala pernah kurasakan rasa seperti ini,
entah kapan dan di mana aku mengalaminya,
kini kau ingatkan aku cara membuka hati,
bagai lelap tertidur dan terbuai dalam  mimpi,
kau membawaku terbang dengan sayap putihmu.

Wahai dara,
andai aku pujangga pastilah aku telah memuja,
mengibaratkanmu bagai bunga seroja,
merayumu dengan untaian puisi dan prosa,
tapi kata-kata yang kurangkai selalu tanpa makna.

Jika saat ini ingin kuusir malam sekali lagi,
semata-mata bukan karena aku membencinya,
tapi semua kulakukan untukmu,
lantaran tiba-tiba kurasakan rindu,
padamu.

Aku Pernah Menjadi Bintang di Langit

Aku pernah menjadi bintang di langit,
yang berkedip di keluasan gurun cahaya,
mencoba menarik sepenggal perhatian,
tapi hanya kau pandang dari sudut matamu,
dan ketika semilir angin terkembang sayapnya,
sejuk senyummu pun terurai menjadi badai,
yang meruntuhkan kedipan bintang itu,
terjatuhlah aku mengerang dalam kedukaan.

Aku pernah menjadi batu karang,
yang tak pernah goyah mempertahankan rasa,
sedikit bergeming bukanlah sifat yang kumaklumi,
tapi di matamu seakan aku tak pernah berdiri,
seperti batang pepaya yang telah lelah berbuah,
terhuyung tanpa kasihmu yang menyangga,
dan rapuhlah aku dalam kesendirian ini.

Aku sering menjadi bukan diriku,
tak jarang harus melupakan segudang ingatan,
bersolek menutup ribuan belang di wajahku,
agar aku menjadi seperti yang kau inginkan,
agar aku menjadi dewa yang menaungi hidupmu,
walau harus kuabaikan arti sebuah jati diri,
yang kuwarisi sejak sebelum kau dilahirkan.

Madu-Maduku

Aku tahu tiada malam tanpa gelap,
tapi mengapa aku mengingkarinya,
menginginkan sinarmu yang benderang,
bukan lentera redupmu yang tergulung asap.
dan aku berlari mencari sinarnya pagi,
walau tak kunjung jua kutemukan,

Aku tahu tiada hujan tanpa basah,
tapi mengapa aku menghindarinya,
menginginkan hangat rapat dalam pelukmu,
bukan hembusan angin yang menusuk rongga dadaku,
dan aku makin ketakutan akan kedinginan,
walau tetap menggigil di hamparan lembabmu.

Aku tahu aku punya beribu cawan madu,
yang melenakanku karena manisnya tiada terkira,
tiap kuteguk menjadikanku lupa ada pahit di dalamnya,
tapi yang kutahu hanyalah manis yang ada,
dan aku makin menggilai madu-maduku,
walau tak pernah bisa menghilangkan dahagaku.

Andai Diamku Bisa Bicara

Karena bulan enggan bercerita,
Patutkah bintang mewakilinya?
Sedang kunang-kunang yang beterbangan,
redup sinarnya terselubung kegalauan,
mendalam.

Jika rasa ini tak pernah menjadi suara,
biarlah getaran hati tumpah meluap,
walau tak bisa ditafsirkan oleh mendung,
tetapi sebuah rahasia tetap akan terungkap,
suatu saat.

Karena mentari terlalu banyak tugas,
pantaskah lautan jadi tempat mengadu?
Sedang kata-kata tetap menjadi kata-kata,
tak harus terucap dalam sebuah kalimat,
tanpa cacat.

Andai diamku bisa bicara,
dia akan menyampaikan kepada dunia,
dia akan bernyanyi bagai seorang diva,
nyanyian tentang pelangi di dalam kepala,
penuh warna.

======

Versi video dari puisi ini bisa diklik di sini , atau klik gambar ini: